Aku hanya wanita dengan ego penuh mencintaimu, punya rasa yang utuh seperti manisnya gulali merah muda. Langitmu begitu biru mengundangku untuk selalu ingin disampingmu. Bumiku yang sudah rapuh iri dengan tanaman hijaumu. Kadang musim gugur tak sedingin yang kita kira, disana aku ingin jalan berdua denganmu.. melihat angsa dan burung bangau bermain air dipinggir kolam. Indah kehidupanku sudah ada dalam genggamanmu, aku percaya bahwa kelak kamu akan mengerti tentang hujan yang membawa pelangi. Aku belajar tentang memiliki perasaan indah yang harus kujaga, sepolos udara yang bergeming diam di sekitar kita. Mungkin kamu tak akan mengerti kenapa ada orang bodoh seperti diriku yang terus tersenyum tanpa tau perasaanmu, mungkin aku tak lagi tau bagaimana berjalan dengan kedua kaki ketika sendiri. Berkat kamu aku tau lelahnya perjalanan jauh tanpa berkeluh, lambat beriringan dengan air yang mengalir dan kisah merdu yang bernyanyi dalam pikiran kita. Aku dan kamu tak tahu apa yang sedang terjadi, tapi aku tetap menari mengikuti irama perasaan cintaku padamu. Aku tak kenal lelah sejak itu, dan aku tak mau tau seperti apa sosok diriku dalam benakmu. Yang aku tau, aku hanya ingin berlari dalam kesan yang sempurna hingga takkan pernah pahit sepahit sisa-sisa kisah. Menggebu-gebu asaku bicara, lihat langkahmu yang menjiplak di tanah. Kadang ingin ku ambil dan ku koleksi sendiri dikamar mungilku, untuk hiasan yang takkan pernah ada habisnya, namun aku takut kamu menggangapku wanita yang aneh sehingga kamu akan menjauh dari pintuku. Angin menggoyahkan semua, cinta, rasa, bahagia.. entah apa itu bahagia.. apakah rasa itu seperti saat aku merasa terlindungi dibalik tubuhmu yang berjalan didepanku, atau seperti saat aku bermimpi kamu terlelap dalam kalbu yang hangat dan wangi. Cahaya cahaya kecil redup terbenam dalam senja kita, namun aku ingin tetap bersemangat seperti pagi.
“Cinta
tak membutuhkan alasan untuk mencinta. Karena sejak aku melihat matamu, dia datang
dan menggila.”
Seputih bola
salju yang belum pernah kulihat, aku mengiringi setiap sajak yang berdiri dalam
gelap yang menerang. Aku melihat kamu berdiri disana dengan wajah yang penuh
kesedihan. Aku ingin datang dan memelukmu dalam batin yang merindu, namun
kuurungkan niat karena kurasa kamu ingin berdua dengan nafasmu saja. Aku membisu
dibalik tembok yang menghalangi kita, melihat air mata yang entah milik siapa
terjatuh dan membasahi pipimu. Aku punya sapu tangan , tapi aku takut seratnya
mengasar dan membuatmu semakin terluka, akupun tetap membisu. Kadang aku berfikir
hadirku sia-sia dan aku pergi menjauh sementara. Tak bicara sepatah kata
denganmu membuatku hampir gila dan tak tertidur saat gulita menjelma. Suara-suara
seram tak menakutiku setakut aku melihatmu terdiam tak berarti. Ragaku jenuh
namun perasaanku tetap menari dan berdegup dengan kilat. Aku tak mengerti
hingga bosan dan terlelap. Hawamu membuatku ingin menggenggam tanganmu dan
memberikan hatiku yang cukup indah padamu, menggantikan hatimu yang telah jatuh
entah dimana. Aku ingin datang sebagai orang yang spesial dan menetap dihatimu,
menyimpul pita indah atas harimu yang membuat rasamu tersipu penuh cinta saat
mengingat sosok aku yang penuh dengan makna.
“Dan
aku tersadar bahwa aku jatuh cinta dengan orang yang membuat hidupku seperti di
negeri dongeng.”
Dewi
Koemala..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar